Kejahatan siber berkembang pesat. Banyak ragam kejahatan siber yang telah beredar di seluruh dunia. Salah satu bentuk kejahatan siber tersebut adalah Cyber Espionage atau spionase siber dan Cyber Sabotage and Extortion. Cyber Espionage adalah kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. Sedangkan Cyber Sabotage and Extortion adalah kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan Internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data-data pentingnya tersimpan dalam suatu sistem komputerisasi. Tindakan cyber espionage tersebut dilakukan untuk mengambil data penting perusahaan ataupun suatu negara. Persaingan usaha menyebabkan banyak perusahaan melakukan cyber espionage untuk mendapatkan data penting dari perusahaan lain agar dapat menjatuhkan atau melebihi perusahaan lain tersebut tanpa melalui persaingan usaha yang sehat.
Cyber espionage tidak hanya digunakan dalam persaingan usaha namun kini digunakan pula untuk untuk mencuri data penting suatu negara. Hingga kini makin marak terjadi tindakan cyber espionage yang dilakukan oleh negara. Makin banyak kasus yang terungkap di media dan makin marak terjadi aksi saling tuduh antar negara. Mereka saling tuding bahwa negara mereka telah melakukan cyber espionage. Salah satu aksi saling tuding yang dilakukan antar negara adalah antara Amerika Serikat dengan China.
Amerika Serikat menuding China yang berada dibalik aksi peretasan ke situs web pemerintahan dan perusahaan Amerika Serikat, akan tetapi China menolak atas tuduhan tersebut. Bahkan kedua negara ini telah sedang memulai suatu perundingan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Menurut pejabat China, pihaknya juga menjadi sasaran besar peretasan situs web. Dua situs web utama militer China, termasuk Kementerian Pertahanan, tahun 2012 diserang lebih dari 140 ribu kali per bulan. Pemerintah China mengklaim, hampir dua-pertiga serangan itu berasal dari Amerika Serikat.
Selain aksi saling tuding antara Amerika Serikat dengan China, aksi saling tuding juga dilakukan antara Amerika Serikat dengan Iran. Situs salah satu bank terbesar di Amerika Serikat, JP Morgan Chase, sempat tidak dapat diakses. Menurut pihak pengelola situs bank tersebut mereka sengaja mematikan layanan situs tersebut untuk menghalau serangan distributed denial of service atau Ddos. Kasus serangan siber ke institusi keuangan di Amerika Serikat sudah sering terjadi. Tercatat, bank-bank besar AS, seperti Wells Fargo, Bank of America, Chase, Citigroup, dan HSBC, sudah terkena serangan DDos. Namun pihak pemerintah Amerika Serikat menduga bahwa serangan tersebut berasal dari Iran.
Pihak Amerika Serikat selain merasa menjadi korban dari aksi serangan siber ternyata diduga juga menjadi pelaku serangan siber. Pihak yang menuduh adanya serangan siber dari Amerika Serikat adalah Korea Utara. Pemerintah Korea Utara menuding bahwa Amerika Serikat dan Korea Selatan melakukan serangan siber secara berkelanjutan dan intensif terhadap situs resmi negara. Sejumlah situs resmi Korea Utara, termasuk situs kantor berita KCNA, situs harian Rodong Sinmun dan situs maskapai penerbangan Air Koryo pada Rabu (13/3/2013) tak bisa diakses. Upaya saling tuding antara negara satu dengan yang lain dapat menyebabkan timbulnya cyberwarfare atau perang siber.
Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak namun baru sedikit penduduknya yang memanfaatkan fasilitas internet. Meskipun begitu, Indonesia ternyata negara yang sering melakukan tindakan cybercrime. Jenis cybercrime yang sering dilakukan adalah melakukan penipuan dan pencurian secara online dimana banyak yang memalsukan kartu kredit atau membuat toko online namun barang yang ditawarkan dalam toko online tersebut ternyata fiktif. Selain kejahatan cybercrime yang dimaksud diatas, Indonesia sendiri telah menjadi korban dari tindakan spionase.
Indonesia telah membuat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-undang ini dibuat untuk mengikuti perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang pesat dan masyarakat saat ini banyak yang melakukan transaksi online sehingga undang-undang tersebut dibuat untuk memberikan payung hukum kepada masyarakat. Dalam undang-undang tersebut telah mengatur pula mengenai tindakan spionase siber yang tercantum dalam Pasal 30 hingga Pasal 32. Namun dalam kenyataannya, undang-undang tersebut lebih banyak yang digunakan untuk memidana pelaku yang dianggap telah melakukan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang terdapat dalam Pasal 27 ayat (3). Seperti dalam kasus Prita Mulyasari yang dilaporkan pihak Rumah Sakit OMNI dan yang terbaru adalah kasus Benny Handoko yang didakwa melakukan pencemaran nama baik politikus Golkar Misbakhun di media sosial Twitter.
Tindakan spionase yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode penyadapan telepon sejumlah pejabat Indonesia termasuk telepon presiden dan ibu negara Indonesia yang dilakukan oleh Australia. Kasus penyadapan tersebut terungkap setelah salah satu agen CIA yang telah keluar, Edward Snowden, mengungkapkan ke publik informasi rahasia tersebut. Selain tindakan spionase yang dilakukan dengan cara penyadapan, tidak menutup kemungkinan tindakan spionase yang dilakukan dapat digunakan dengan cara cyber espionage dan hingga saat ini belum dapat diketahui dikarenakan belum terungkapnya tindakan cyber espionage tersebut.
Categories:
Cyber Espionage Sabotage & Extortion